Krusial.com| Jakarta – Penetapan FS atau Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J oleh Tim Khusus yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, telah membuktikan bahwa diplomasi kejujuran, transparansi, dan kinerja berbasis data telah mengantarkan pada kesimpulan dengan fakta dan bukti permulaan yang cukup bahwa telah terjadi pembunuhan atas Brigadir J yang melibatkan FS.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Setara Institute, Hendardi, dalam keterangannya, Selasa, 9 Agustus 2022.
Menurutnya di awal Polri sempat terkesan sangat berhati-hati, karena peristiwa tersebut menyangkut perwira tinggi Polri yang juga berprestasi berupaya menghalangi proses penegakan hukum (obstruction of justice).
Hendardi mengatakan, menyebarnya informasi menyangkut kasus ini sangat massif dan sempat membuat proses penyidikan terhambat. Di tengah menurunnya kepercayaan publik pada institusi Polri, kasus ini sungguh menjadi ujian terberat bagi Kapolri.
“Kasus Brigadir J adalah ujian terberat bagi Kapolri. meskipun akhirnya Jenderal Listyo Sigit Prabowo lulus dari ujian ini,” katanya.
Pengungkapan keterlibatan FS dalam peristiwa pembunuhan ini menjadi pembelajaran penting, bahwa anggota Polri dan juga penegak hukum lainnya dapat saja terlibat suatu perbuatan yang melanggar hukum yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu.
“Dalam sebuah korps, naughty cop dan clean cop akan selalu ada. Tetapi, sebagai sebagai sebuah instrumen penegakan hukum, institusi Polri tetap harus menjalankan tugas legal dan konstitusionalnya menegakkan keadilan. Polri harus diawasi dan dikritik tetapi sebagai sebuah mekanisme tentu harus dipercaya,” ujarnya.
Langkah maju Polri dalam penanganan kasus ini telah memutus berbagai spekulasi dan politisasi yang mengaitkan peristiwa ini dengan banyak hal di luar isu pembunuhan itu sendiri. Meskipun motif pembunuhan itu belum terungkap, tetapi penetapan FS sebagai tersangka telah menunjukkan kepemimpinan penyidikan Polri mengalami kemajuan signifikan dan memutus politisasi oleh banyak pihak yang berpotensi menimbulkan ketidakstabilan politik dan keamanan.
“Capaian ini bukan hanya ditujukan untuk menjaga citra Polri semata, tetapi yang utama menunjukkan bahwa kinerja instrumen keadilan ini masih bekerja dan dipercaya,” pungkasnya.(Redaksi)