Krusial | Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) turut menyuarakan keinginan agar Pemerintah membuat kebijakan yang mengatur kawasan bebas rokok. Hal itu sebagai satu dari sejumlah upaya guna mencegah generasi muda merokok.
“Kami juga sedang mengupayakan bagaimana di dalam rumah pun nantinya harus bebas rokok,” ucap Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kemen PPPA, Amurwani Dwi Lestariningsih dalam live streaming media briefing Hari Tanpa Tembakau Sedunia, pada Rabu, 29 Mei 2024.
Hal itu dikarenakan banyak sekali rokok dimulai dari konsumsi di rumah tangga. Inilah yang juga menyebabkan banyak dampak, termasuk dampak pertumbuhan anak.
“Banyak uang yang seharusnya untuk konsumsi rumah tangga justru habis untuk membeli rokok, bukan untuk bahan makanan seperti telur, daging, dan ayam. Oleh karena itu, kami mengkampanyekan agar mengurangi konsumsi rokoknya dimulai dari rumah tangga,” kata dia.
Lebih lanjut Amurwani menyampaikan bahwa pihaknya juga telah memberikan masukan kebijakan dalam RPP Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait izin edar. Yakni dimana setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan mengedarkan produk tembakau serta rokok elektronik wajib memiliki izin sesuai ketentuan perundang-undangan.
Kebijakan lainnya yang diusulkan adalah larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektrik bagi warga berumur di bawah 21 tahun serta ibu hamil.
Semua itu, lanjut dia, karena Kemen PPPA ingin memberikan perlindungan terhadap anak yang sudah di atur dalam konvensi Hak Anak tahun 1898, yang kemudian dibentuk dalam keputusan Presiden No.36 tahun 1990, dan di turunkan dalam UU No.23 tahun 2002, yang kemudian diperbaharui dengan UU No.35 tahun 2014 tentang UU Perlindungan Anak yang juga bagian dari program Kemen PPPA dalam rangka melindungi kesehatan anak-anak sebagaimana yang tertuang dalam klaster ke-3 dari 5 klaster dalam konvensi Hak Anak terkait kesehatan dasar dan kesejahteraan.
Pasalnya, berdasarkan data Kemenkes, diketahui bahwa prevelensi perokok anak dari tahun ke tahun sudah semakin meningkat, bahkan perokok perempuan juga ikut meningkat sebesar 0,3 persen.
Menurut survei kesehatan Indonesia 2023, prevalensi merokok pada penduduk berumur 10-18 tahun sebanyak14,3 persen adalah anak laki-laki dan 0,2 persen anak perempuan.
Indonesia sendiri, kata dia, masih menduduki negara yang paling tinggi dalam konsumsi rokok. Hal ini dikarenakan masih belum kuatnya regulasi yang di buat dalam pelarangan rokok. Meski demikian, Kemen PPPA mencoba melakukan kontrol terhadap penggunaan rokok.
Bahkan, prevalensi perokok elektrik pun meningkat karena hal tersebut dianggap sebagai gaya hidup anak-anak yang keren, yang dibangun oleh iklan-iklan. “Industri selalu membuat hal-hal menarik guna mengajak anak-anak muda ikut menjadi perokok, contohnya memberikan berbagai variasi rasa rokok elektrik,” ucap dia.
Adapun program perlindungan lainnya bagi ak dari Kemen PPPA adalah pembentukan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA), yaitu sebuah sistem terintegrasi guna menjamin pembangunan anak yang menjadi sebuah cara mengontrol penggunaan tembakau.
Melalui Kabupaten/Kota Layak Anak, Kemen PPPA menggencarkan sosialisasi bahaya rokok serta kesehatan reproduksi bagi generasi muda, yang dilakukan di 33 provinsi.
Amurwani berharap, hal tersebut dapat mendorong anak untuk menjadi pelapor dan pelopor, serta turut mengajak sesama untuk tidak merokok.
Pihaknya juga mendengarkan aspirasi anak-anak dalam Forum Anak yang diwadahi Kabupaten Layak Anak, dimana mereka menyuarakan keinginan agar Pemerintah membuat regulasi untuk pelarangan iklan, produk, atau sponsor terhadap kegiatan kepemudaan yang terkait dengan rokok.***
source: Infopublik