ACEH SELATAN – Kasus korupsi beasiswa Aceh yang telah mengendap begitu lama di Polda Aceh, namun saat ini sudah terlihat titik terangnya, hal itu disampaikan ketua Harian Pembela Tanah Air (PeTA) Aceh, T. Sukandi, Sabtu (19/02/2022).
Ia mengungkapkan jika dilihat dari kacamata awam, saat ini telah terjadi gelombang pengembalian bantuan beasiswa itu oleh para mahasiswa yang merasa tidak berhak menerima bantuan uang negara tersebut, hal ini berdasarkan himbauan Mapolda Aceh yang justeru disambut baik oleh mahasiswa.
“Bila para mahasiswa yang tidak berhak menerima bantuan itu telah mengembalikan uang negara yang dikorupsi tersebut maka mereka tidak akan dihukum, tentu kebijakan keputusan hukum ini sifatnya persuasif dan dapat pula kita fahami dasar mapolda Aceh menempuh jalan penyelesaian kasus hukum tersebut berdasarkan, himbauan jaksa agung muda bidang tindak pidana khusus (jampidsus) tentang korupsi 50 juta kebawah tidak perlu dipenjara, cukup dikembalikan saja uang yang telah dikorupsi tersebut,” ujarnya.
Menurutnya, bila kebijakan penyelesaian kasus hukum itu kita teropong dengan kaca mata awam tentu akan melahirkan penilaian yang subjektif sifatnya, bahwa siapapun boleh melakukan korupsi dengan batas 50 juta ke bawah, bila sewaktu-waktu ketahuan cukup dikembalikan saja uang negara yang dikorupsi itu maka urusan hukumnya akan selesai
“Karena hukum itu mesti diperlakukan sama pada setiap orang (universal) dan hukum itu juga tidak boleh diskriminatif dalam tata pelaksanaanya pada setiap orang, “lanjutnya.
Ia menambahkan bila mengacu berdasarkan hukum pidana dan hukum tindak pidana korupsi maka akan dapat ketahui bahwa hukuman yang yang dijatuhkan pada setiap orang itu adalah karena perbuatan jahat yang telah dilakukannya.
“Oleh karena itu bila kita fahami dengan baik dan seksama tentang kebijakan pelaksanaan hukum yang dikakukan oleh polda Aceh atas kasus korupsi beasiswa Aceh ini ambigu sifatnya,” ungkapannya.
Pertanyaan awam lainnya, apakah institusi hukum di republik ini telah berubah bentuk menjadi bengkel hukum sehingga di bengkel hukum itu sang montir hukum dapat mengutak-atik para pelanggar hukum dengan sesuka hatinya.