Krusial | Jakarta – Nikel Indonesia kini sudah tercatat di Bursa Logam London atau London Metal Exchange (LME) pada Mei 2024 lalu. Hal ini ditandai dengan disetujuinya merek nikel olahan pertama asal Indonesia, yakni berkode “DX-zwdx” oleh LME pada Mei 2024.
Adapun nikel dengan tingkat kemurnian 99,8% nikel tersebut merupakan produksi dari PT CNGR Ding Xing New Energy. Perusahaan tersebut adalah usaha patungan antara grup bahan baterai China CNGR Advanced Material Co. dan perusahaan lokal.
Mereka memproduksi 50.000 ton logam lembaran penuh setiap tahun dengan spesifikasi tersebut.
Ternyata, di balik kesuksesan nikel RI ini, negara tetangga mulai ketar-ketir.
Direktur Hubungan Masyarakat CNGR Indonesia Magdalene Veronika menyebut, pihak Australia kerap mempertanyakan mengapa nikel Indonesia bisa kompetitif di pasar global.
Dia mengatakan, Australia terus mempertanyakan mengapa hasil olahan nikel Indonesia bisa dijual dengan harga yang murah, padahal memiliki kualitas yang tinggi.
“Keluhan-keluhan dari negara tetangga kita, contohnya Australia. ‘Kamu gimana ini jualnya terlalu murah?” jelas Veronika dalam sebuah diskusi di Kantor Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Memang, Veronika mengungkapkan harga nikel RI bila dibandingkan dengan harga nikel Australia, Indonesia menawarkan harga yang lebih murah dengan kualitas tinggi. Hal itu dinilai bisa menjadi daya tarik bagi konsumen nikel yang lebih memilih nikel Indonesia.
“Nah harga kita jadi sangat kompetitif karena kualitasnya sedemikian murni, kualitas bagus tapi harganya bagus juga. Nah dibanding negara tetangga kita, Australia memang harganya di US$ 20 ribuan (per ton), nah itu mau gak mau ya tidak ada yang beli dong, pasti belinya yang bagus dan juga kompetitif,” ungkapnya.
Adapun, Veronika menyebutkan bahwa nikel yang dihasilkan oleh pihaknya memang memiliki tingkat kemurnian hingga 99,99% yang mana nikel itu sendiri diolah hingga produk yang paling murni.
“Otomatis harga kita sangat kompetitif di global,” ujarnya.
Namun, Veronika menjelaskan bahwa akibat dari harga nikel yang kompetitif oleh Indonesia berdampak pula pada banyak perusahaan di Australia yang ‘gulung tikar’ akibat menghasilkan produk nikel yang kurang kompetitif.
“Nah ini memang berdampak juga kemarin sempat salah satu manufaktur yang di Australia, negara tetangga kita juga tutup. Sementara operasionalnya hingga tahun 2026, masih belum ada kepastiannya, nah itu salah satunya,” tandasnya.
Asal tahu saja, sejumlah pemimpin perusahaan global mulai mengemukakan kerisauan karena gagal bersaing dengan nikel RI yang jauh lebih murah dengan cadangan yang melimpah.
Produsen nikel asal Indonesia yang berbiaya rendah diyakini akan menyingkirkan pesaingnya dalam beberapa tahun ke depan.
Kepala perusahaan tambang Perancis Eramet, Christel Bories, beberapa waktu lalu mengatakan hal itu akan mengukuhkan Indonesia sebagai produsen logam baterai mobil listrik yang dominan di dunia.
Mengutip Financial Times, Bories mengatakan Indonesia mungkin akan menghasilkan lebih dari tiga perempat nikel murni kelas tertinggi di dunia dalam lima tahun dari sekarang. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi radikal bagi para pesaingnya di negara lain.
“Ini benar-benar membuat sebagian besar pemain tradisional lama secara struktural tidak kompetitif di masa depan,” kata Bories kepada Financial Times awal tahun ini.***
source: CNBC