Krusial | Meulaboh – Selama pengungsi Rohingya ditemukan warga nelayan dan Tim Gabungan Basarnas Aceh di Aceh Barat pada dua bulan lalu hingga kini pengungsi tersebut masih berada di kabupaten setempat. Kedatangan pencari suaka itu terjadi dalam dua gelombang di tahun 2024.
Sebelumnya, gelombang pertama sebanyak 6 orang tiba pada Rabu, 20 Maret 2024 di Pantai Desa lhok Bubon, Kecamatan Samatiga.
Berselang satu hari, 69 orang lainnya juga tiba dan berlabuh di Pelabuhan Jetty Meulaboh, Desa Suak Indrapuri, Kecamatan Johan Pahlawan.
Tercatat dalam dua fase gelombang itu, jumlah mereka tiba di Aceh Barat sebanyak 75 orang terdiri dari 47 pria, 28 perempuan. Mereka ditampung di kamp penampungan belakang Kantor Bupati Aceh Barat.
Keseluruhan mereka ini berhasil diselamatkan nelayan dan Tim Gabungan Basarnas Aceh setelah dikabarkan kapal yang ditumpanginya terbalik di perairan laut.
Kabid Trantib Satpol PP Aceh Barat, Arsil mengatakan, menurut data Tim Satgas Penanganan Pengungungsi Rohingya mencatat sisa pengungsi tersebut yang masih berada di kamp penampungan sebanyak 43 orang.
“Dari 75 orang yang ditampung sejak dua bulan lalu di kamp penampungan di halaman belakang Kantor Bupati Aceh Barat, sisanya saat ini berjumlah 43 orang,” kata Arsil kepada Krusial, Kamis, 30 Mei 2024.
Menurut Arsil, jumlah sisa yang masih berada di tempat penampungan terhitung setelah diketahui ada yang kabur dan ada yang dideportasi karena diketahui imigran gelap asal Bangladesh.
“Ada 21 orang yang sudah kabur dalam tujuh kali tahap. Kemudian terdapat 11 imigran gelap asal Bangladesh dideportasi ke negara asal,” urainya.
Kartu identitas pengungsi
Kini, disebutkan Arsil, sebanyak 43 orang pengungsi tersebut yang masih berada di kamp penampungan telah mengantongi kartu identitas United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), kartu itu dibagikan ke setiap mereka pada Rabu, 29 Maret 2024 kemarin.
“Kartu tersebut (id card) diberikan pihak UNHCR untuk status perlindungan mereka di Indonesia atau juga dilindungi di negara lain manakala mereka berpindah. Artinya mereka bisa bebas, tapi tak lepas dari pengawasan pihak pengamanan dan UNHCR,” cetusnya.
Koordinator UNHCR Aceh, Faisal Rahman, membenarkan adanya penyerahan Refugee ID Card (kartu identitas pengungsi). Menurutnya, pemegang kartu tersebut akan mendapatkan perlindungan internasional.
“Dengan adanya kartu itu mereka berhak atas perlindungan internasional, sebagaimana warga Indonesia yang mempunyai hak asasi manusia (HAM). Tapi meski demikian mereka tidak akan pernah kebal hukum, dan tetap dalam aturan serta pengawasan,” ujarnya.***