BANDA ACEH – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh memberikan apresiasi terhadap Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia atas pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiega Manggis di Kabupaten Aceh Selatan dan penetapan pencabutan izin tersebut dengan nomor 20220405-01-81700 tertanggal 5 April 2022.
Tambang bijih besi yang di kelola oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiega Manggis di Menggamat, Aceh Selatan. Foto: Krusial.com/Kausar
Menteri Investasi/Kepala BKPM RI atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dalam penetapan pencabutan izin disebutkan berdasarkan pasal 119 undang-undang no 3 tahun 2020 tentang perubahan atas undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. Pemerintah dapat mencabut izin usaha pertambangan (IUP) apabila tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP dan peraturan perundang-undangan.
Dengan penetapan pencabutan izin tersebut, Surat Keputusan Nomor 540/DPMPTSP/1687/IUP-OP1/2020 tentang Persetujuan Perpanjangan Pertama Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Komoditas Bijih Besi DMP KSU Tiega Manggis di Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan seluas 200 Ha, yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Aceh, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Paska pencabutan izin, KSU Tiega Manggis diwajibkan menyelesaikan masalah yang terkait ketenagakerjaan, menyelesaikan fasilitas terhutang atas pengimporan mesin dan/atau peralatan dalam hal pelaku usaha memanfaatkan fasilitas pengimporan mesin dan/atau peralatan yang dimaksud, dan menyelesaikan seluruh kewajiban yang belum dilaksanakan sebelum dan setelah pencabutan izin.
Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Ahmad Shalihin mengatakan, apa yang dilakukan oleh BKPM RI merupakan keputusan yang tepat mencabut IUP KSU Tiega Manggis.
“Karena sebenarnya, persoalan KSU Tiega Manggis tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP telah berlangsung sejak tahun 2018. Dimana persoalan tersebut menjadi salah satu alasan DPMPTSP mengeluarkan surat dengan nomor 540/DPMPTSP/1740/2019 tertanggal 18 Juni 2019, perihal pemohonan IUP operasi Produksi KSU Tiega Manggis,” kata Ahmad Shalihin kepada Krusial.com, Minggu (10/04/2022).
“Sesuai hasil rapat dengan beberapa instansi dan juga dihadiri oleh lembaga swadaya masyarakat yaitu WALHI maka diputuskan bahwa permohonan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak dapat diproses,” tambahnya.
Kata Ahmad Shalihin, namun setahun kemudian, DPMPTSP tetap menerbitkan IUP Operasi Produksi kepada KSU Tiega Manggis, meskipun persoalan kewajiban pada IUP sebelumnya belum diselesaikan sepenuhnya oleh KSU Tiega Manggis.
Berdasarkan catatan WALHI Aceh, selain persoalan kewajiban, areal izin KSU Tiega Manggis juga berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
“Pada areal izin juga terdapat kegiatan pertambangan rakyat yang dilakukan pada malam hari. Yang mana setahun yang lalu kegiatan pertambangan rakyat tersebut memakan korban jiwa akibat bencana longsor,” kayanya.
Keputusan BKPM RI tersebut harus dikawal secara bersama, sehingga KSU Tiega Manggis menghentikan segala aktifitas pertambangan, karena secara legalitas mereka tidak lagi memiliki hak untuk melakukan operasi produksi pertambangan bijih besi dan mineral pengikutnya.
Namun sampai hari ini, kata Ahmad Shalihin, WALHI Aceh mendapatkan laporan dari masyarakat bahwa KSU Tiega Manggis diduga masih melakukan aktifitas pertambangan dilapangan. Jika informasi ini benar terjadi, maka KSU Tiega Manggis telah melakukan pelanggaran hukum dan dapat ditindak sesuai hukum yang berlaku.
“Untuk itu, WALHI Aceh juga mendesak lembaga penegak hukum untuk ikut mengawal keputusan BKPM tersebut,” ungkapnya.
